Awal bulan puasa, anggota keluarga lengkap, beserta mereka yang sudah beristri atau bersuami dan membawa anak-anak mereka yang lucu-lucu.
Tenang dan asri tidak lagi menjadi definisi sore itu ketika Daniel datang untuk belajar matematika dengan kakakku, putri. Seisi rumah seketika bising oleh bunyi gedebak gedebuk kakinya yang berlarian. Mengomandoi para keponakanku yang sepertinya memiliki bibit superaktif juga. Menyebalkan sekali, merusak sore yang indah.
Setidaknya begitu pikirku sampai akhirnya aku mendengar percakapan putri dan bocah yang terlalu “aktif” itu.
“Nilai ulangan IPA kemarin sudah dikasih liat sama gurunya, Daniel?”
“udah bu, dapat 75, ga remedi” jawabnya ceria, dengan suaranya yang berlidah peranakan tionghoa, ‘Remedi’ lebih terdengar seperti ‘Lemedi’ .
“trus nilai bahasa Inggrisnya?”
“belum ada bu, masih belum tau remedi apa engga. Tapi kalau remedi tetap puji Tuhan kok bu, berarti itu cobaan”
Aku mendengar putri dan beberapa orang dibawah tergelak karenanya, sementara aku? Ucapan bocah itu bagaikan headshot untukku.
Usianya tak lebih dari 10 tahun, dengan sikap belajar yang amburadul, membutuhkan mentor yang ekstra sabar, butuh 45 menit untuk mengerjakan 3 soal isian sederhana. Itu semua karena kaki, tangan dan mulutnya tidak bisa berhenti bergerak.Dengan tingkahnya yang menyulitkan seperti itu, dia berhasil menanamkan dan menunjukkan sikap jiwa besar, diusia yang semuda itu pula.
Sementara dikampus, tempat pendidikan tertinggi diselenggarakan, kami para mahasiswa seringkali mengomel, mengeluh, berkecil hati bila jatuh keputusan nilai C atau D atau E yang berarti membuat kami harus mengambil recourse tahun berikutnya.
Dengan begini, tingkat pendidikan, usia dan sikap belajar amat berbanding terbalik dengan jiwa kami yang kerdil karena tidak pandai bersyukur dan berjiwa besar untuk menerima suatu keadaan yang tidak mengenakkan.
“Tapi kalau remedy tetap puji Tuhan kok bu, berarti itu cobaan”. Peristiwa itu sudah 1 setengah bulan berlalu, namun masih saja terngiang. Daniel William, what’s next headshot for us?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar